tatapan suami isteri
27 June 2011
Sepasang suami isteri yang sudah menikah selama 7 tahun dan memiliki 3 orang anak, terlibat dalam sebuah pertengkaran hebat. Begitu hebatnya pertengkaran mereka, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk bercerai, mengakhiri kehidupan rumah tangga mereka secepat mungkin. Mereka menemui seorang peguam, untuk melangsungkan perundingan pembahagian harta sepencarian di antara mereka, perundingan berlangsung lancar dan akhirnya sebagian besar masalah dapat diselesaikan, baik tanah, rumah, dan semua aset harta mereka dapat dibahagi dan mencapai kepuasan kedua belah pihak. Hanya satu hal tidak ditemukan jalan keluarnya, yaitu mengenai pembahagian anak [jangan lupa anak mereka tiga orang]. Baik si suami maupun si isteri, sama sama ingin mengasuh 2 anak, tidak ada yang mau mengalah, dan anak tidak mungkin dibelah dua seperti pada Zaman Nabi Sulaiman a.s. dulu. Akhirnya mereka menemui seorang tokoh agama, meminta nasihat bagaimana jalan keluar yang harus ditempuh. Sang Imam akhirnya memberikan jalan keluar yang bijak, aitu mereka diminta menunda perceraiannya selama satu tahun, mereka harus menambah satu orang anak selama satu tahun, bila Tuhan mengizinkan perceraian mereka, Tuhan akan memberikan tambahan satu anak, total menjadi 4 anak, sehingga mudah untuk dibahagi di antara mereka berdua. Kerana si suami dan si isteri sangat serius untuk bercerai, mereka mengambil keputusan berusaha keras untuk menambah anak, dan akhirnya mereka berhasil. Setahun kemudian, ketika Sang Imam berjalan jalan, beliau bertemu dengan pasangan suami isteri ini, sedang bergandingan tangan dengan mesra, sehingga Sang Imam bertanya, : "Apakah Kalian tidak berhasil menambah anak sehingga kalian batal bercerai?". Sang Suami lalu menjawab : "Tuhan maha pengasih, Dia memberikan kami tambahan anak, tapi sekaligus juga memberikan isyarat agar kami saling memaafkan dan saling mengasihi, kami memutuskan untuk tidak bercerai". "Bagaimana Tuhan memberikan isyaratNya?", tanya Sang Imam. "Tuhan memberikan kami tambahan anak, bukan satu anak, tapi dua anak,anak kembar !!".
Beberapa hikmah: 1. Menunda tindakan negatif sering bermanfaat, apalagi ketika seseorang sedang dikuasai emosi. Ada baiknya jika kita sedang marah kita menunda sesuatu yang ingin kita lakukan.. Betapa banyak penghuni penjara yang menyesal: mengapa ketika marah memukuli isteri/anak/dsb sampai tewas....
2. Mampu mengendalikan marah [emosi] adalah kunci kebaikan, sehingga Nabi Muhammad saw menekankan laa taghdhab [jangan marah] kepada sahabatnya.
3. Kisah diatas menunjukkan kasih sayang Allah, tetapi ada yang lebih baik daripada kisah di atas yaitu pasangan suami isteri yang selalu berhasil mereda pertengkaran mereka. Mungkin keluar rumah meninggalkan isteri/suami yang marah untuk sebentar kemudian kembali membawa buah tangan/peralatan baru kesukaannya akan membuatnya tersenyum, meminta maaf dan berfikir betapa baiknya suaminya/isterinya.
4. Pertengkaran itu lumrah rumah tangga. Dengan pertengkaranlah membuat keharmonian semakin terasa nikmat. Orang bijaksana akan menikmati pertengkaran dan masa-masa setelahnya dengan tetap mengendalikan suasana agar tidak sampai keluar dari sunnah Nabi Muhammad saw. Karena pertengkaran itu seperti api: sedikitnya bermanfaat tetapi besar dan luasnya membinasakan.
copy dari bersihjiwahati.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment